Salam Membangun SDM,
Banyak orang yang mungkin masih memandang bahwa kesejahteraan itu seperti impian yang sangat tinggi dan milik keturunan-keturunan yang leluhurnya kaya raya, mungkin pula milik pejabat negara dan keturunannya, maka seringkali banyak individu yang mengorbankan semua harta benda dan bahkan martabatnya untuk mendapatkan hal ini, memaksakan dirinya untuk terjun kedunia yang bahkan yang bersangkutan tidak tahu apa risikonya dan apa hanya itu jalan untuk meraih kesejahteraan?.
Banyak orang yang mungkin masih memandang bahwa kesejahteraan itu seperti impian yang sangat tinggi dan milik keturunan-keturunan yang leluhurnya kaya raya, mungkin pula milik pejabat negara dan keturunannya, maka seringkali banyak individu yang mengorbankan semua harta benda dan bahkan martabatnya untuk mendapatkan hal ini, memaksakan dirinya untuk terjun kedunia yang bahkan yang bersangkutan tidak tahu apa risikonya dan apa hanya itu jalan untuk meraih kesejahteraan?.
Lalu bagaimanakah individu yang lahir dari keluarga
sederahana, apakah leluhurnya harus disalahkan dalam keadaan ini? Tentu tidak
boleh karena masa lalu adalah masa lalu dan sekarang dan seterusnya adalah kendala
atau peluang bagi yang menjalaninya. Dan apakah mustahil untuk mendapai
kesejahteraan yang ideal? Tentu tidak karena kesejahteraan ternyata bukan
terletak dari apakah yang bersangkutan lahir dari keluarga sederhana ataupun
keluarga kaya raya namun lebih kepada Memahami kekuatan dari Suatu Keputusan
untuk mencapai kesejahteraan itu.
Satu yang paling sulit dihilangkan dari pandangan SDM-SDM
sekarang terutama daerah yang cukup tertinggal dari provinsi lain (anda boleh
membandingkan sendiri provinsi mana yang maju dan tertinggal), adalah memandang
bahkan pekerjaan yang terbaik dan aman selamanya adalah pekerjaan menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS biasa, bukan kekaryaan seperti dosen dan BUMN) karena risiko kompetisinya tipis dan
kepastian income ada walau sedikit, sangat kecil sehingga kasus korupsi paling
tinggi trafficnya disini. Banyak SDM yang sekolah tinggi-tinggi mengambil
Master dengan biaya yang sangat mahal “berkenan” untuk wasting time hanya menunggu panggilan CPNS yang sebenarnya rasio
kompetisinya sangat tinggi, katakanlah 1
job berbanding 1000 kontestan, sehingga akibat permintaan job yang sangat
tinggi ini memicu korupsi dan pungli yang sistemik (terjadi diseluruh daerah) dan
ini masih dianggap biasa-biasa saja.
Seandainya kami memaparkan studi kasus tentang
kesejahteraan karyawan seperti ini :
1.
Pekerja bank untuk tingkat medium – end antara Rp. 2 juta
s/d 25 Juta THP perbulan.
2.
Pekerja tambang batubara untuk tingkat medium-end Rp. 4
juta s/d 45 Juta
3.
Pekerja oil and gas untuk tingkat medium-end Rp. 7 Juta s/d
75Juta
4.
Pekerja Mulltifinance untuk tingkat medium-end Rp. 3 Juta
s/d 7 Juta diluar pencapaian target
Dan
banyak lainnya yang benar-benar dapat memberikan kesejahteraan.
Kalau seperti ini maka bukan
satu-satunya menjadi PNS adalah pekerjaan yang terbaik, bahkan dalam kondisi
Dugaan Korupsi Tingkat Tinggi yang terjadi pada Negara ini, bisa-bisa saja
SDM-SDM yang cerdas dan sebenarnya dapat berkiprah pada tempat lain yang lebih
layak menurut tingkatan edukasinya dapat menjadi korban atas apa yang tidak
dilakukannya. Jangankan pekerja biasa, silakan hitung Bupati/walikota, Gubernur
yang di bui karena kasus korupsinya, suatu bukti bahwa kebenaran pada akhirnya
akan menang.
Tulisan ini mengingatkan kembali
bahwa keputusan seorang SDM untuk mendesain reputasinya (edukasi, jam terbang,
interpersonal skill, professional dan dapat dipercaya/memiliki kejujuran yang
kuat) adalah Kesejahteraan Yang Sesungguhnya, anda dapat mengatur penghasilan
anda sendiri sehingga kesejahteraan itu bukanlah hal yang spekulatif, karena
tidak semua penghasilan flat itu baik. Bayangkanlah anda pertama kali masuk
menjadi PNS dari Sarjana dengan penghasilan Rp. 3.5 Juta perbulan ketika anda
masih Single, itu seperti “orang mapan”
pada mulanya. Namun ketika anda berumah tangga, katakanlah anda memiliki 5 anak
dan 1 isteri (saya jadi kuatir lebih dari itu) dalam 10 tahun anda mungkin
menjadi kepala Dinas dengan gaji total 10 Juta/bulan FLAT. Pada saat anak anda
membayar biaya sekolah Rp. 75 Juta dan semua meminta semahal Handphone
Blackberry Torch, pada saat itu anda berubah menjdi miskin, sungguh. Dan dari
kemiskinan itulah CIKAL BAKAL dari KORUPSI yang tidak pernah selesai sampai
sekarang, karena ruangnya selalu terbuka untuk berbuat kejahatan.
Apakah itu yang ingin
anda jalani dalam hidup ini?
Segeralah, bagi kalian yang masih
merasa memegang kehormatan keluarga (karena apa artinya anda kaya namun sempat
jadi residivis??) itu akan menjadi sejarah yang tidak akan terlupakan.
Kelemahan dari kesejahteraan itu
sulit digapai karena “perasaan nyaman” dekat rumah atau kota sendiri, namun
kalau peluangnya sangat kecil (rasio lulusan SDM jauh lebih besar dari peluang
kerja) ada baiknya untuk mempertimbangkan ikut membangun diri di daerah yang
lebih berpeluang, katakanlah wilayah Kalimantan, kaltim dan kalsel adalah
wilayah yang jauh lebih mapan dari propinsi yang lain, maka tidak salah untuk
ikut serta dalam rekrutmen.
Namun akan ada kendala lagi, sudah
siapkah SDM nya? Karena sesungguhnya pemahaman Lulusan Sarjana (fresh graduate)
adalah SDM yang siap kerja namun belum siap pakai (sekali lagi belum siap
pakai) karena masih perlu ditempuhnya jam terbang yang cukup untuk memastikan
itu. Selain hal tersebut, nilai daya saing yang diluar nilai dasar. Yaitu nilai
SDM diluar ijazah dan KTP serta pengalaman kerja. Apa itu? Itu adalah faktor lain
yang sangat menentukan.
Apabila anda mengambil keputusan ini
maka anda akan melihat diri anda yang baru, itulah yang disebut Kekuatan dari
keputusan, anda bisa saja tetap seperti nyamannya sekarang, dekat rumah, dalam
kota sendiri namun anda membiarkan nasib pada kurang tumbuhnya rekrutmen
didaerah anda atau anda dapat menjadi “panglima” dikota lain dengan menjadi
pekerja yang sesuai hati anda.
Ketika anda mencobanya sesungguhnya
anda memiliki peluang untuk merubah nasib.
Keanu Sulaiman R
No comments:
Post a Comment
Komen silakan.